Bersepeda ke Sekolah

Salah satu impian saya sejak dulu adalah bisa bersepeda ke sekolah. Ya, ya… Impian yang cemen bukan? Tapi begitulah kenyataannya. Saya tumbuh pada saat bersepeda ke sekolah sedang dianggap aneh dan ketinggalan jaman.

Sekolah dasar tempat saya menuntut ilmu dulu termasuk jauh jaraknya dari rumah. Berbeda kecamatan dari tempat tinggal. Itu bukan karena tanpa pilihan. Orangtua saya menilai sekolah itu jauh lebih baik daripada sekolah-sekolah lain yang lebih dekat jaraknya dari rumah. Maka keinginan untuk dapat menempuh perjalanan pulang dan pergi setiap hari dengan sepeda menjadi hal yang selalu ada dalam hati saya. Kayaknya enak, tuh! Pilihan yang jauh lebih baik dibandingkan dua pilihan yang lain yang saya punya yaitu dianter ayah dengan mobil atau jalan kaki.

JALAN KAKI!

Walaupun gak berat-berat amat rasanya karena memang sudah setiap hari, tapi toh saya merasakan setiap tiba kembali ke rumah rasanya pengen rebahan lama. Capek, bo! Dan diantar jemput ayah (saat itu kantor ayah dekat sekali dengan rumah) adalah pilihan yang paling memalukan yang pernah saya rasakan. Gak pernah nyaman dengan itu. Dan jika pun terpaksa, saya akan memaksa ayah untuk menurunkan saya di pinggir jalan yang masih tersembunyi dari pandangan anak-anak lain dari sekolah.

Saya merasa malu. Gak gitu ngerti dan inget juga mengenai apa alasan saya merasa malu.

Saya pernah bersepeda ke sekolah. Satu kali. Hanya satu kali. Dan memutuskan untuk tidak mengulanginya. Bukan karena dikatain teman-teman, tapi karena dikomentarin guru-guru.

‘Ngapain ke sekolah naik sepeda? Udah enak diantar jemput setiap hari.’

‘Kayak anak cowok aja ke sekolah naek sepeda segala.’

Jadi saya merasa sangat malu. Udah temen-temen saya ngeledekin semua, ini lagi guru-guru ikut berkomentar. Ditambah dengan satu fakta yang belum pernah saya perhitungkan sebelumnya: Di mana saya musti parkirkan itu sepeda?

Gak ada ruang untuk parkir sepeda di sekolah ini.

Sebenarnya, bahkan tidak ada ruang untuk parker kendaraan apapun di sekolah ini.

Maka pagi itu saya melongo terbingung-bingung. Untung Pak Asep, sang penjaga, cleaning service sekaligus sahabat baik saya selama bersekolah di sana memberikan solusi yaitu membiarkan sepeda saya diletakkan di ruang tamu rumahnya yang sempit. Barulah saya bisa masuk ke dalam kelas dengan tenang.

Kemudian saat beranjak gede pas SMA, hari pertama saya sudah sibuk ngeliatin ruang parker motor di depan. Termenung-menung. Kemudia beberapa kawan datang. Saya segera menyatakan apa yang ada dalam pikiran saya.

Boleh gak ya kalau gua parkir sepeda disitu?

Dan cewek-cewek ini langsung meledak tertawa.

‘Lo emang mau naik sepeda ke sini? Yang bener aja, lo!’

‘Sekalian aja napa bawa motor. Kenapa musti sepeda?’

Maka, sekali lagi, saya mengubur keinginan untuk bersepeda ke sekolah dalam-dalam. Mungkin saya ini emang orang yang berpikiran jadul, kali, yaa…

Tapi sekarang sepeda sudah ngetrend lagi. Beberapa guru bahkan datang ke sekolah memakai sepeda. Dan bukan guru saja, bahkan anak-anak pun datang dengan mengendarai sepeda. Anak-anak yang tadinya diantar jemput orangtuanya dengan mobil juga anak-anak yang sebelumnya datang dengan menumpang ojek motor atau naik angkot.

Bersepeda bersama-sama. Dan jurang diantara anak-anak perumahan mewah yang memberi subsidi serta anak-anak desa yang mendapatkan subsidi sudah mulai hilang. Sekarang mereka bisa pulang dan pergi bareng-bareng. Bikin jahil juga bareng-bareng.

*keluh

Mudah-mudahan juga lebih sehat.

Kalau kata anak-anak sih, naek sepeda itu bukan cuma lebih seru, tapi juga ngirit. Kan uang buat ongkosnya bisa dipake buat ke warnet.

*gabruk

 

 

7 pemikiran pada “Bersepeda ke Sekolah

  1. Semoga uangnya cepet terkumpul agar bisa beli sepeda yang memadai, Bu Alifia 🙂

    Eh tapi, sepeda yang memadai itu seperti apa sih, Bu? Memadai dari kacamata siapa? Yang ngetrend gitu? Maksod looo…?! :))

  2. Wah, saya pernah ngajar naik sepeda loh, waktu di Bandung. Menyusuri pematang sawah, dan murid-murid yang juga kebanyakan naik sepeda, udah mirip deh kaya laskar pelangi :), tapi itu dulu. Kadang, kangen dengan masa2 itu 🙂

  3. Ping balik: Bersepeda ke Sekolah « kosti kalsel

Tinggalkan komentar