Tentang Keluarga V: Ditinggal Kawin (Lagi)

Beberapa hari yang lalu, pada pagi, saya melihat satu pemandangan yang cukup membuat hati saya berasa jungkir balik. Mengulas senyum tapi sedih saat melihat salah satu anak laki-laki kelas tiga masuk ke dalam gerbang sekolah dengan adik tirinya yang berada dalam satu tingkat kelas bersamanya. Mereka berjalan beriringan dengan semangat seperti biasa. Di belakang mereka ada Sang Kakak yang berjalan dengan Sang Ibu yang langsung sapa kiri dan kanan. Menemui Walikelas Sang Anak tiri untuk berpesan bahwa anak tirinya ini sedang tidak enak badan dan harus minum obat selepas makan siang nanti.

Saya kira segalanya sudah okey sekarang. Tidak lagi penuh lonjakan emosi seperti dua tahun yang lalu saat kedua anak yang sekarang kelas tiga ini masih kelas satu dan dipegang oleh Bu Eni.

Saya tahu ceritanya dari Bu Eni.

Bagaimana perasaan Anda jika mengetahui suami Anda menghamili teman Anda sendiri? Dan pada saat itu Anda pun sedang hamil? Bayangkan saja tekanannya bagaimana saat keluarga Sang Teman menuntut pertanggungjawaban dari suami Anda?

Tapi di dunia nyata ini bahkan sering berasa seperti sinetron juga, kan?

Seperti juga kisah yang sekitar satu tahun yang lalu saya dengar saat salah seorang sahabat ditinggal kawin oleh pacarnya yang menghamili anak gadis tetangga. Ya, yaa.. Berasa sinetron… sinetrooooon!

Hubungan mereka berdua aja udah ribet dari awal dulu pas masih kuliah. Kesangkut ortu yang gak suka! Bertahun-tahun sobatku ini berusaha mati-matian untuk membuktikan bahwa laki-laki ini, pacarnya, itu orang yang okey dan bisa diandalkan. Sampai lulus, kerja, kuliah lagi pasca sarjana. Kemudian saat orangtuanya mulai melunak, tau-tau sang pacar menghilang. Sampai kemudian datang kabar bahwa puteri pertama pacarnya telah lahir.

Dia menghamili anak gadis tetangga dan bagaimanapun musti bertanggungjawab untuk menikahi tetangganya itu. Dan dia tidak secara baik-baik memberitahukan hal itu kepada tunangannya yang sudah bertahun-tahun bersamanya melainkan hanya pergi meninggalkan dalam diam tanpa kepastian.

Tapi kisah Sang Ibu belum berakhir sampai disitu.

Dengan alasannya sendiri dia nekad mempertahankan perkawinannya walaupun pasti beratnya gak kira-kira. Dia datang ke pesta pernikahan suami dan kawannya itu ditambah menahan segala omongan orang yang rasanya pasti sungguh tidak enak.

Setelah itu, suaminya sudah jarang datang. Dan nampaknya memang dia menginginkan seperti itu. Dia hanya ingin dibiarkan dengan tenang bersama kedua anaknya.

Dua tahun yang lalu, sang suami kembali lagi kepadanya dalam keadaan yang tidak dapat dia tolak. Dan segalanya sudah begitu banyak berubah. Pernikahan yang kedua suaminya ini tidak berlangsung dengan baik yang kemudian berujung pada perceraian. Beberapa saat kemudian Sang Suami pun stroke dan kembali dalam perawatan istri pertamanya. Hanya pada saat itu, dia tidak datang sendiri. Dia pulang dengan anak satu-satunya dari perkawinannya yang kedua ini yang ironisnya pula, berstatus siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).

Jadi kemana ibunya anak (yang ABK) ini? Pergi begitu saja meninggalkan anak yang  istimewa serta suaminya yang lumpuh setengah badan?

Yaa, mana kita tauuu! Sang ibu gak cerita dan Bu Eni juga gak usil tanya-tanya. Kisah ini pun tau-tau keluar begitu saja saat Bu Eni yang rada heran bertanya mengenai nama yang berbeda pada akte kelahiran dua anak yang bersaudara di kelasnya.

Setahu kami, Sang Ibu adalah orangtua yang penuh perhatian kepada ketiga anaknya, walaupun dia harus berperan dobel sebagai tulang punggung keluarga juga. Sang pencari nafkah.

Seorang perempuan yang luarbiasa. Ahli surga, kalo kata Bu Eni.

Amin..

2 pemikiran pada “Tentang Keluarga V: Ditinggal Kawin (Lagi)

Tinggalkan Balasan ke rully Batalkan balasan